Selasa, 30 Juni 2015

akuntansi internasional



Akuntansi Internasional
Nama          : Bowo Mujur
Npm           : 211211529
Kelas          : 4eb04 

Pertanyaan :
1.      Sebelum krisis moneter pada tahun 1998 di Indonesia, sebuah perusahaan memiliki saham Rp 10.000.000 dengan nilai kurs U$ dolar 2300. Pada tahun 2015 perusahaan ingin menjual sahamnya dengan nilai kurs U$ dolar sebesar 12.000.
Apakah transaksi ini boleh ditranslasikan dengan nilai kurs tahun 2015?
Jawaban :
            Transaksi ini tidak boleh ditranslasikan dengan nilai kurs tahun 2015.
            Sesuai dengan PSAK no.10 tentang transaksi dalam mata uang asing disebutkan bahwa transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. PSAK mengacu pada The monetary-nonmonetary method,akun-akun non moneter (aktiva tetap, investasi jangka panjang dan persediaan) ditranslasikan dengan menggunakan kurs historis.
            Jadi, transaksi ini tetap ditranslasikan dengan nilai kurs historis pada saat transaksi terjadi yaitu sebesar Rp 2300


TRANSFER PRICING DALAM PERPAJAKAN"

A. MASALAH TRANSFER PRICING DALAM PERPAJAKAN
            Pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional yang berkembang pesat turut memacu perkembangan korporasi multinasional (multinational company). Kegiatan korporasi multinasional sebagai group-group perusahaan telah banyak ditemukan dalam negara berkembang, sehingga menjadi unit-unit bisnis yang besar dan berkuasa, dengan konsep dan strategi yang lebih luas.
            Ada beberapa alasan utama yang mendorong munculnya korporasi multinasional, yaitu keinginan dan tujuan untuk memperluas pasar, untuk mencari sumber bahan baku, untuk mencari teknologi baru, untuk mencapai efisiensi, untuk menghindari peraturan atau kebijakan pemerintah, dan diversifikasi. Namun demikian, setidaknya kita bisa mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) permasalahan yang dihadapi oleh korporasi multinasional, yaitu (i) perbedaan budaya (cultural differences), (ii) transfer pricing, dan
(iii) nilai tukar mata uang (exchange rate).
            Apakah yang dimaksud dengan transfer pricing itu? Transfer pricing (harga transfer) merupakan sebutan atau istilah yang umum digunakan untuk penentuan harga atas berbagai transaksi antar anggota group korporasi multinasional. Transfer pricing dapat ditentukan berbeda dengan harga wajar atau harga yang berlaku di pasaran bebas, namun dapat juga ditentukan lebih tinggi atau bahkan lebih rendah. Transfer pricing ini merupakan isu klasik dalam bidang perpajakan, khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. John Neighbour menyatakan bahwa transfer pricing pada awalnya hanya merupakan isu utama bagi administrasi perpajakan dan ahli perpajakan saja, tetapi pada masa sekarang ini transfer pricing telah menjadi pembicaraan para politisi, ahli ekonomi dan juga lembaga-lembaga swadaya masyarakat menyangkut kewajiban pembayaran pajak atas aktivitas bisnis korporasi multinasional.
            Survei yang dilakukan oleh Ernst and Young International pada tahun 1995 menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden mengindikasikan transfer pricing sebagai masalah utama dalam perpajakan yang dihadapi oleh korporasi multinasional. Responden tersebut terdiri dari korporasi multinasional di 8 (delapan) Negara termasuk Kanada, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris.
            Sementara itu, penelitian tim UNTC PBB yang diketuai oleh Silvain Plasschaert yang dinyatakan kembali oleh Gunadi (1999), disebutkan bahwa motivasi transfer pricing di Indonesia terkait dengan beberapa hal antara lain:
1. Pengurangan objek pajak, terutama pajak penghasilan;
2. Pelonggaran pengaruh pembatasan kepemilikan luar negeri;
3. Penurunan pengaruh depresiasi Rupiah;
4. Menguatkan tuntutan kenaikan harga atau proteksi terhadap saingan impor;
5. Mempertahankan sikap low profile tanpa mempedulikan tingkat keuntungan usaha;
6. Mengamankan perusahaan dari tuntutan atas imbalan atau kesejahteraan karyawan dan kepedulian lingkungan;
7. Memperkecil akibat pembatasan dan risiko bisnis di luar negeri.
            Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pada prinsipnya praktik transfer pricing dapat dipicu oleh alasan pajak (tax motive) ataupun alasan bukan pajak (non-tax motive). Beberapa transaksi yang terjadi antar anggota group korporasi multinasional dapat dikategorikan dalam beberapa transaksi, antara lain seperti penjualan barang dan jasa, lisensi, royalti, paten dan know-how, penjaminan utang, serta penjualan komponen untuk kegiatan produksi. Transaksi-transaksi yang terjadi antar unit bisnis group korporasi multinasional hampir selalu merupakan cross border transaction yang menyebabkan otoritas pajak menduganya sebagai salah satu bentuk pengalihan (shifting) beban pajak dari suatu Negara yang mempunyai tarif tinggi (high tax countries) ke Negara lainnya yang mempunyai tarif pajak lebih rendah (low tax countries).          
            Untuk menghindari praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh korporasi multinasional, Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1983 memberikan kewenangan kepada otoritas pajak untuk menentukan kembali harga wajar transaksi antar pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (associated enterprises/related parties) dan mewajibkan Wajib Pajak yang mempunyai transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa untuk membuat perjanjian dengan Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk Advance Pricing Agreement/APA (kesepakatan harga transfer) mengenai harga wajar produk dalam transaksi yang dilakukan antar mereka.
            Menurut sejumlah literatur, transfer pricing merupakan suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. Hubungan istimewa ini dapat mengakibatkan kekurangwajaran pelaporan, sebagai akibat pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan biaya pada suatu transaksi dari suatu pihak ke pihak lainnya. Jadi secara umum transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut dikenal dengan transfer pricing. Transfer pricing sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Perusahaan multinasional cenderung merelokasi penghasilan globalnya pada low tax country dan menggeser biaya-biaya dalam jumlah yang lebih besar pada high tax country. Artinya, ada pergeseran kewajiban perpajakan dari Negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi ke Negara yang menerapkan pajak rendah. Disinilah terlihat praktik transfer pricing tersebut yang mengakibatkan potensi penerimaan suatu Negara khususnya yang berasal dari penerimaan pajak akan berkurang. Sementara dari sisi bisnis, perusahaan akan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya termasuk efisiensi dalam hal pembayaran pajak perusahaan. Bagi perusahaan multinasional, transfer pricing merupakan strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan dengan sumber daya yang terbatas. Jika transfer pricing dilakukan antar perusahaan lokal (dalam negeri) maka hal ini tidak menjadi persoalan, karena pemerintah tetap akan memperoleh pajak dari salah satu perusahaan yang diuntungkan. Yang menjadi masalah adalah jika transfer pricing dilakukan oleh perusahaan asing dengan perusahaan lokal. Jika hal ini terjadi maka akan sangat berbahaya.
            Perusahaan lokal yang menjadi subsidiari dari perusahaan asing akan “dikorbankan”. Artinya, perusahaan lokal itu sengaja dibuat merugi, padahal sebenarnya perusahaan lokal tersebut sedang tidak merugi. Tujuannya tentu untuk menghindari pembayaran pajak oleh kedua perusahaan tersebut. Kasus ini sering terjadi pada industri batu bara. Jenis tambang itu merupakan incaran perusahaan tambang multinasional. Tidak jarang perusahaan asing yang mendekati perusahaan tambang batu bara lokal. Dari sinilah akan timbul negosiasi harga. Setelah itu yang terjadi justru praktik transfer pricing. Jika batu bara banyak dibeli oleh perusahaan asing, maka tidak mungkin perusahaan lokal itu akan merugi. Jika ada dua perusahaan yang berkonspirasi untuk merugikan suatu perusahaan, hal ini sudah pasti transfer pricing.
            Untuk mengatasi masalah mengenai transfer pricing ini, Departemen Keuangan harus memiliki auditor yang handal untuk menyelidiki keuangan suatu perusahaan. Untuk masalah batu bara, sebenarnya Indonesia memiliki Indonesia Coal Index (ICI). ICI dapat digunakan untuk mengukur kewajaran harga batu bara. ICI merupakan indeks harga batu bara yang dibuat di Indonesia melalui berbagai sumber. Maka sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk menghindar dari penyelidikan dugaan transfer pricing. Dengan melihat kasus Adaro, Negara diperkirakan rugi triliunan Rupiah akibat hal ini. Negara kehilangan pajak penghasilan yang seharusnya disetor oleh Adaro. Negara tidak memperoleh PPh 30% dan royalty 13,5%. Padahal untuk setiap USD 10 selisih harga dalam praktik transfer pricing, tiap tahun kerugian Negara dapat mencapai Rp. 400 miliar.
            Saat ini transfer pricing diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Dalam Pasal 18 ayat (3) diatur mengenai kewenangan Ditjen Pajak untuk menghitung kembali suatu transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa.  Dalam Pasal 18 ayat (3) (a) diatur bahwa “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir”. Penjelasan pasal ini juga menyatakan bahwa “kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengan Wajib Pajak tersebut”.
            Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional. Persetujuan antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak tersebut dapat mencakup beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, jumlah royalty, dan lain-lain yang tergantung pada kesepakatan. Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, fiskus tidak perlu melakukan koreksi terhadap harga jual dan keuntungan produk yang dijual oleh wajib pajak kepada perusahaan dalam suatu group yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan wajib pajak. APA dapat juga bersifat bilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan Negara lain yang menyangkut wajib pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.
            Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan hubungan istimewa dan penanganan transfer pricing harus memenuhi kedua unsur, yaitu adanya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak serta memenuhi definisi hubungan istimewa. Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh mengatur hubungan istimewa dianggap ada apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain;
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah pengusaan yang sama baik secara langsung ataupun tidak langsung; atau
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
            Pengungkapan kasus transfer pricing saat ini sedang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa perusahaan yang dijadikan contoh antara lain adalah PT Adaro, PT Arutmin, PT Kaltim, Asian Agri dan lain-lain. Bahkan Asian Agri sudah dilanjutkan ke penyidikan, karena diduga terlibat tindak pidana perpajakan. Sehubungan dengan penyidikan tersebut dapat dipertanyakan apakah praktik transfer pricing merupakan suatu upaya penghindaran pajak untuk mencari penghematan pajak secara legal atau sudah merupakan penggelapan pajak untuk meminimalisir pajak secara ilegal.
            Sebagai contoh praktik transfer pricing, jika PT A mengekspor produk dengan harga pokok dan biaya lainnya US$100 ke XY di Negara PQ dengan harga US$200, atas laba US$100 dibayar PPh di Indonesia sebesar US$30. Namun jika dijual ke perusahaan afiliasi SQ di Singapura dengan harga transfer pricing sebesar US$120 dan kemudian SQ menjual kepada XY dengan harga US$200. Maka, atas laba PT A sebesar US$20 dan QS sebesar US$80 akan dibayar pajak sejumlah US$22 (di Indonesia US$6, dan di Singapura US$16). Dengan chanelling ke Singapura, dari laba global US$100 sudah didapat penghematan pajak sebesar US$8. Kalau SQ menjual ke perusahaan afiliasinya HK di HongKong (yang mengenakan pajak korporasi sebesar US$16) dengan harga US$150, maka atas laba di Indonesia US$20, di Singapura US$30 dan di HongKong US$50 akan dibayar PPh sebesar US$20 (PT A membayar US$6, SQ membayar US$6, dan HK membayar US$8). Dengan tiga tahap penjualan ini, terdapat penghematan pajak sebesar US$10. Jadi, semakin rendah tarif pajak Negara tempat kedudukan perusahaan trading afiliasi yang dimanfaatkan dalam mata rantai perdagangan, semakin besar pula penghematan pajak dari praktik transfer pricing ini. Dalam buku Multinational Corporations, Transfer Prices and Taxes: Evidences from US Petroleum Industry (1990), Bernard & Weiner menyatakan bahwa, kecuali dilarang dalam undang-undang, transfer pricing dapat digunakan untuk mengatur jumlah laba dari beberapa perusahaan dalam satu group yang berada di beberapa wilayah yurisdiksi perpajakan. Hal ini menunjukan secara hukum, jika tidak dinyatakan secara tegas dalam undang-undang bahwa transfer pricing merupakan tindak pidana pajak, maka menjadi sulit untuk “mengkriminalkan” praktik transfer pricing. Pendapat ini sepertinya didukung oleh adanya penghentian penyelidikan PT Adaro yang menurut Media Indonesia (12 February 2008) dihentikan karena tidak ada masalah dan royalty serta “semuanya” telah dibayar. Maka tampak bahwa atas transfer pricing lebih ditempuh solusi administratif daripada pidana. Solusi ini juga dianut oleh Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang PPh jo. SE 04/PJ.7/1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus- Kasus Transfer Pricing. Dari Surat Edaran ini dapat dikemukakan bahwa transfer pricing dapat terjadi antara wajib pajak dalam negeri atau antara wajib pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di tax haven countries (Negara yang tidak memungut pajak atau yang memungut pajak lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antara wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa, undang-undang perpajakan Indonesia menganut asas materiil (substance over form rule).

B. ASPEK PERPAJAKAN DALAM PRAKTIK TRANSFER PRICING
1. Metode Transfer Pricing
            Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan konglomerasi dan divisionalisasi/departementasi adalah sebagai berikut:
a. Harga transfer dasar biaya (cost based transfer pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer ini menetapkan harga transfer atas biaya variabel dan tetap, yang bisa dalam 3 (tiga) pemilihan bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus markup), dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).
b. Harga transfer atas dasar harga pasar (market basis transfer pricing)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode ini merupakan ukuran yang paling memadai, karena sifatnya yang independen. Namun keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi kendala dalam menggunakan metode transfer pricing ini.
c. Harga transfer negosiasi (negotiated transfer prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasi mencerminkan perspektif kontrol abilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban, karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya akan bertanggungjawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.

2. Transfer Pricing Pada Perusahaan Multinasional
            Ada dua tujuan transfer pricing yang ingin dicapai oleh perusahaan multinasional, yaitu:
a. Performance evaluation
Salah satu ukuran yang digunakan oleh banyak perusahaan untuk menilai kinerjanya adalah menghitung berapa tingkat ROI-nya atau return on investment. Terkadang tingkat ROI untuk satu divisi dengan divisi lainnya dalam satu perusahaan yang sama berbeda satu dengan yang lain. Misalnya, divisi penjual menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan meningkatkan income, yang secara otomatis juga akan meningkatkan ROI-nya. Namun di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yang nantinya berakibat pada peningkatan income, yang berarti juga peningkatan dalam ROI. Oleh karena itu dalam hal ini induk perusahaan akan sangat berkepentingan dalam penentuan harga transfer.
b. Optimal determination of taxes
Tarif pajak antar satu Negara dengan Negara yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang berlaku dalam Negara tersebut. Sebagai contoh di Afrika, karena tingkat investasi rendah, tarif pajak yang berlaku di Negara itu juga rendah. Akan tetapi jika kita bandingkan dengan Amerika, tidak mungkin tarif pajak yang diberlakukan di Negara tersebut sama dengan di Afrika. Hal ini jelas karena di Negara maju seperti Amerika tingkat investasi sangat tinggi yang dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan badan usaha yang semakin meningkat. Atas dasar inilah tarif pajak yang ditetapkan di Negara tersebut tinggi.
3. Transfer Pricing Atas Royalti
            Perkembangan ekonomi global dan adanya persaingan internasional membuat suatu perusahaan harus melakukan berbagai upaya untuk menguasai pasar dan mendekatkan diri dengan konsumen yang berada di berbagai Negara. Perkembangan tersebut mengakibatkan banyak perusahaan di berbagai Negara mengubah konsep bisnisnya menjadi perusahaan multinasional. Dalam konsep perusahaan multinasional ini, kontrol yang dimiliki oleh perusahaan induk terhadap anak perusahaan di berbagai Negara seringkali menyebabkan terjadinya transaksi internasional, yaitu transfer pricing. Transaksi transfer pricing dapat berupa transfer harga atas barang, jasa dan harta tidak berwujud. Transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa seringkali menimbulkan ketidakwajaran harga transfer. Hal ini dilakukan sebagai upaya memonopoli pasar global sebagai strategi bisnis ataupun untuk mengurangi total beban pajak global yang harus ditanggung perusahaan akibat transaksi lintas Negara.
            Otoritas pajak di banyak Negara menggunakan metode perbandingan harga untuk menentukan harga transfer yang wajar dalam perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Hal ini terutama untuk mengurangi potential loss pada penerimaan pajak yang diperoleh, hanya saja dalam praktiknya terjadi banyak permasalahan yang muncul atas perbandingan harga. Salah satu permasalahan yang timbul adalah sulitnya mencari perusahaan pembanding. Kesulitan menjadi bertambah ketika harga yang diperbandingkan adalah harga atas transfer royalti. Seringkali harta yang tidak berwujud tidak mempunyai karakteristik yang sama atau identik di setiap produsen dan dimungkinkan adanya perbedaan biaya untuk menghasilkan royalti tersebut. Karakteristik yang berbeda-beda dari harga royalti dapat mengakibatkan kesalahan dalam penentuan koreksi harga yang dilakukan oleh otoritas pajak, yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi wajib pajak ataupun otoritas pajak di suatu Negara. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang timbul, maka penting dilakukan pengaturan yang baik dalam Undang Undang Perpajakan untuk memberikan kepastian hukum atas transaksi transfer pricing royalti ataupun untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dalam memeriksa dan mencari harga pasar wajar pembanding atas royalti.
            Indonesia sendiri saat ini belum mengatur secara pasti atau khusus atas transaksi transfer pricing. Peraturan perundang-undangan yang ada hanya mengatur mengenai hubungan istimewa dan penentuan harga pasar wajar apabila terjadi transaksi yang di dalamnya terindikasi ada hubungan istimewa, tanpa mengatur secara rinci pencegahan atau penyelesaian yang dapat digunakan untuk transfer pricing atas

Pertanyaan :
Perusahaan apa saja yang melakukan transfer pricing?
Jawaban :
Perusahaan yang melakukan transfer pricing di Indonesia adalah semua perusahaan multinasional, yaitu perusahaan yang melakukan transaksi bisnis berskala internasional.

Selasa, 05 Mei 2015

akuntansi internasional bab 4,5 dan 6



 Akuntansi Internasional
disusun oleh: bowo mujur & aufar valdano 

BAB IV
AKUNTANSI KOMPARATIF: AMERIKA DAN ASIA

LIMA SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN INTERNASIONAL
1.    Amerika Serikat
Akuntansi di Amerika Serikat diatur oleh badan sektor khusus Dewan Standar Akuntansi Keuangan, akan tetapi yang menjadi penyokong kewenangan terhadap standarisasi mereka adalah agensi kepemerintahan Komisi Keamanan dan Kurs (SEC). Hingga tahun 2002, Akuntansi di AS diatur oleh badab sektor khusus Dewan Standar Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standard Board – FASB).
Regulasi dan Pelaksanaan Akuntansi
FASB menjalani proses prosedur yang panjang sebelum mengeluarkan SFAS. Dalam rangka mengembangkan agenda kerja, mereka mendengarkan saran dari dewan untuk membantu mengidentifikasi permasalahan akuntansi yang membutuhkan perhatian.
Laporan Keuangan

1.         Laporan Manajemen
2.         Laporan Auditor Independen
3.         Laporan Keuangan Primer (Laporan Laba/Rugi, Neraca, Laporan Arus Kas, Laba/Rugi
4.         Komprehensif, Perubahan Ekuitas Pemegang Saham)
5.         Diskusi manajemen dan analisa hasil operasional dan kondisi keuangan
6.         Penjelasan mengenaikebijakan akuntansi dengan dampak yang paling kritis pada laporan keuangan
7.         Catatan atas laporan keuangan
8.         Perbandingan data keuangan selama 5 atau 10 tahun
9.         Data triwulan terpilih
 

Patokan Akuntansi
1.         Penggabungan bisnis dihitung seperti sebuah pembelian
2.         Goodwill dikapitalisasi sebagai selisih antara harga pasar yang dipertimbangkan dengan harga pasar dibawah aset bersih yang diperoleh
3.         Aset berwujud dan tidak berwujud dinilai dengan harga perolehan
4.         Persediaan menggunakan metode FIFO, LIFO dan Average
5.         Penyesuaian mata uang asing megikuti  persyaratan dari SFASS no.52
6.         Penyusutan dan amorrtisasi  ditentukaan dengan estimasi umur ekonomis
7.         Biaya penelitian dan pengembangan dibebankan saat terjadinya

2.     MEKSIKO
Sistem akuntansi keuangan nasional Meksiko diawali dari Intitute Revoluntionary Party (IRP). Dan dengan dilatarbekalangi banyaknya perusahaan yang dikontrol oleh perseorangan, perusahaan Meksiko biasanya menjaga informasi dan merahasiakan laporan keuangan mereka. Hal ini juga kini telah berubah maka diperlukannya suatu regulasi dalam pelaksanaannya.
Regulasi dan Pelaksanaan Akuntansi
Pengaruh Mexican Commercial Code dan hukum  pendapatan  pajak terhadap laporan keuangan secara umum tidaklah besar. Walaupun sistem yang legal berdasarkan pada hukum publik, pengaturan standarisasi akuntansi di Meksiko menggunakan pendekatan sistem Inggris-Amerika, atau Anglo-Saxon,daripada pendekatan Eropa kontinental.
Laporan Keuangan
1.         Neraca
2.         Laporan laba rugi
3.         Laporan perubahan ekuitas pemegang saham
4.         Laporan perubahan posisi keuangan
5.         Catatan
Patokan Akuntansi
1.         Bisnis gabungan menggunakan metode pembelian
2.         Goodwill  merupakan kelebihan harga pembelian terhadap nilai sekarang aset bersih yang didapatkan
3.         Aset berwujud/tidak berwujud didepresiasi atau diamortisasi  berdasarkan masa manfaatnya (< 20 th)
4.         Biaya penelitian dibebankan saat terjadinya,
5.         Sewa guna usaha termasuk ke dalam financial lease atau operational lease
6.         Kerugian bersyarat diakui ketika mungkin terjadi dan dapat diukur
7.         Cadangan tak terduga tidak dapat diterima oleh GAAP Meksiko
8.         Pajak tangguhan disediakan dengan menggunakan metode kewajiban

3.        JEPANG
Pembukuan dan laporan keuangan Jepang menggambarkan adanya percampuran dari pengaruh domestik dan internasional. Dua agensi pemerintahan yang terpisah memiliki tanggung jawab regulasi akuntansi, dan terdapat pengaruh yang lebih jauh lagi dari undang-undang pajak penghasilan perusahaan Jepang. Bentuk bisnis keiretsu telah ditransformasikan saat Jepang alih perbaikan struktural untuk menggerakkan stagnasi ekonomi yang dimulai pada tahun 1990-an.
Regulasi dan Pelaksanaan Akuntansi
Pemerintah nasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akuntansi Jepang. Regulasi akuntansi berdasarkan pada tiga badan hukum: undang-undang perusahaan (company law), undang-undang pertukaran dan sekuritas, dan undang-undang pajak penghasilan perusahaan.
Laporan Keuangan
1.         Neraca
2.         Laporan laba rugi
3.         Laporan atas perubahan ekuitas pemegang saham
4.         Laporan bisnis
5.         Jadwal terkait
Patokan Akuntansi
  1. Metode pooling-off-interest untuk bisnis gabungan digunakan saat dimana tidak ada perusahaan mengontrol keuangan dan kebijakan mereka.
  2. Goodwill dihitung dengan harga pasar aset bersih yang didapat
  3. Metode ekuitas digunakan untuk investasi perusahaan afiliasi
  4. Persedian dihitung dengan biaya atau lebih rendah atau nilai keuntungan bersih
  5. Metode depresiasi menggunakan metode saldo menurun
  6. Biaya penelitian dan pengembangan dibebankan saat terjadinya

4.        CINA
Akuntansi Cina dimulai sejak pembentukan RRC pada tahun 1949. Cina menerapkan program ekonomi yang sangat terpusat, memperlihatkan prinsip dan pola Marxis meniru sistem kesatuan Soviet. Negara mengendalikan kepemilikan, hak guna, dan distribusi untuk semua sarana produksi dan Negara China memakai standar laporan keuangan yang bernama The China Accounting Standartds Committee – CASC.
Regulasi dan Pelaksanaan Akuntansi
Undang-undang akuntansi, terakhir kali diubah pada tahun 2000, mencakup semua perusahaan dan organisasi, termasuk semua yang tidak dipegang atau diatur oleh negara. The State Council juga mengeluarkan aturan pelaporan dan akuntansi keuangan perusahaan (FARR), pada tahun 1992 Departemen keuangan mengeluarkan Accounting Standards for Business enterprises (ASBC).
Laporan Keuangan
1.         Neraca
2.         Laporan laba rugi
3.         Laporan arus kas
4.         Laporan perubahan ekuitas
5.         Catatan
Patokan Akuntansi
1.        Penggabungan usaha dicatat menggunakan metode pembelian.
2.        Goodwill adalah perbedaan biaya dan harga pasar aset dan kewajiban yg diakuisisi
3.        Metode ekuitas juga digunakan untuk menghitung usaha gabungan
4.        Penilaian aset menggunakan basis harga perolehan.
5.        Biaya depresiasi didasarkan pada basis ekonomi.
6.        Penilaian persediaan menggunakan metode FIFO dan rata-rata.

5.       INDIA
Perekonomian Eropa mulai bersaing dengan India setelah Portugis tiba pada tahun 1498. Orang inggris memperluas pengaruhnya sampai tahun 1850an. Dari 1947 sampai akhir 1970an ekonomi india digolongkan dengan bergaya sosialis pemerintahan terpusat dan industri pengganti impor.
Regulasi dan Pelaksanaan Akuntansi
Pengaruh Inggris meluas pada akuntansi: Pelaporan kuangan dijukan pada saat presentasi wajar dan ada profesi akuntansi independen yang mengatur standar akuntansi dan proses audit. Dua sumber utama standar akuntansi keuangan di India adalah lembaga hukum dan profesi akuntansi. Penetapan lembaga pertama diatur dalam undang –undang tahun 1857.
Laporan Keuangan
1.         Neraca dua tahun
2.         Laporan Laba Rugi
3.         Laporan Arus Kas
4.         Kebijakan Akuntansi dan Catatan
Pengukuran Akuntansi
  1. Penggabungan usaha tidak ada standar akuntansinya, tetapi sebagian besar menggunakan metode pembelian, yang disebut dengan amalgamation
  2. Goodwill berbeda diantara perhitungan yang ada dan hasil jumlah aset dan utang diperoleh
  3. Aset tetap dinilai baik dalam harga perolehan atau harga wajar
  4. Aset tidak berwujud diamortisasi lebih dari 10 tahun
  5. Biaya persediaan dihitung yang lebih rendah antara harga perolehan dan nilai yang dapat direalisasi, FIFO, dan rata-rata.

BAB V
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN

1.      Perkembangan Pengungkapan
Standard dan praktik pengungkapan dipengaruhi oleh sumber-sumber keuangan, undang-undang, berhubungan dengan politik dan ekonomi, tingkat perkembangan ekonomi, pendidikan, budaya, dan faktor-faktor lainnya. Di amerika Serikat, Inggris Raya dan Anglo-Amerika lainnya, ekuitas pasar palong berjasa dalam menyediakan keuangan bagi perusahaan dan menjadi sangat maju, Sedangkan, Di negara-negara seperti Perancis, Jerman, Jepang dan berbagai negara dengan pasar yang baru muncul, pemegang saham tetap berkonsentrasi dan bank secara tradisional telah menjadi sumber keuangan utama perusahaan.

2.      Pengungkapan Sukarela
Beberapa kajian menunjukan bahwa Manajer berinsiatif untuk mengungkap informasi secara sukarela. Keuntungan dari pengungkapan tersebut mungkin menyangkut biaya transaksi yang lebih rendah dalam perdagangan sekuritas perusahaan, bunga yang lebih tinggi dari analis keuangan dan investor, meningkatkan likuiditas saham dan biaya modal yang lebih rendah. Laporan yang diungkapkan meliputi tuntunan bagaimana perusahaan bisa menggambarkan dan menjelaskan investasi potensial mereka kepada investor.

3.      Kebutuhan Pengaturan Pengungkapan
Frost dan Lang membahas dua objek investor berorientasi pasar:
1.      Proteksi Investor, Investor dijamin dengan informasi dan dilindungi dengan pelaksanaan dan pengawasan peraturan pasar.
2.      Kualitas Pasar, Pasar adalah adil, tersusun, efisien, dan bebas dari penyalahgunaan dan perbuatan jahat.

Frost dan Lang juga mengulas empat prinsip pada investor yang berorientasi pasar yang harus dijalankan:
1.      Keefektifan biaya.
2.      Fleksibilitas dan kebebasan pasar.
3.      Laporan keuangan transparan dan pengungkapan menyeluruh.
4.      Perlakuan setara perusahaan domestic dan asing.

4.      Pembahasan Laporan Keuangan Sec Amerika Serikat
SEC secara umum mewajibkan pendaftar asing untuk melengkapi informasi keuangan yang pada hakikatnya sama dengan yang dibutuhkan perusahaan domestic. Syarat laporan SEC secara umum konsisten dengan sasaran proteksi investor dan kualitas pasar. Akan tetapi, kebutuhan laporan yang kuat mungkin merahin tujuan proteksi investor pada kesempatan mengurangi biaya investasi modal atau mengesankan biaya transaksi tinggi dalam berinvestasi.

5.      Praktik Pelaporan Dan Pengungkapan
#  PENGUNGKAPAN INFORMASI PROGRESIF
Pengungkapan informasi progresif adalah pertimbangan tinggi yang relevan di dalam kesetaraan pasar dunia. Istilah informasi progresif meliputi :
1.         Perkiraan pendapatan, laba (rugi), arus kas, pengeluaran modal dan hal-hal keuangan lainnya.
2.         Tujuan informasi mengenai kinerja dan posisi ekonomi di masa depan yang tidak menentu daripada perkiraan menyangkut ptoyek, periode fiscal, dan proyeksi jumlah.
3.         Laporan program dan sasaran manajemen untuk usaha masa depan.

# PENGUNGKAPAN SEGMEN
Pengungkapan segmen lebih membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami bagaimana bagian-bagian perusahaan menata semuanya, baik secara usaha reveal ataupun letak geografis.

# PELAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL
Laporan pertanggungjawaban sosial mengacu pda pengukuran dan komunikasi informasi tentang pengaruh perusahaan terhadap kemakmuran pegawai, komunitas sosial dan lingkungan. Informasi mengenai kesejahteraan pegawai menyangkut hal-hal: kondisi pekerjaan; keamanan bekerja;kesempatan yang sama; aneka ragam pekerjaan; dan buruh anak-anak.

6.      Pengungkapan Khusus Bagi Pengguna Laporan Keuangan Non-Domestik Dan Prinsip Akuntansi Yang Digunakan
Pengungkapan meliputi:
1.     “Laporan ulang yang mudah” tentang informasi keuangan ke dalam mata uang asing.
2.    pembahasan perbedaan antara prinsip akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan utama dan beberapa ketetapan prinsip akuntansi lainnya.
3.    posisi dan laporan keuangan ulang terbatas di ketetapan standar akuntansi yang kedua.
4.    sebuah laporan keuangan lengkap disiapkan yang berhubungan dengan ketetapan prinsip akuntansi kedua.

7.      Pengungkapan Pengelolaan Perusahaan
Pengelolaan perusahaan berhubungan dengan sarana internal di mana perusahaan dijalankan atau dikendalikan-tanggung jawab, akuntabilitas, hubungan di antara pemegang saham, anggota direksi, dan manajer yang disusun supaya mencapai pemegang saham, anggota direksi dan manajer yang disusun dupaya mencapai sasaran perusahaan. 4 komponen dari rancangan kerja menurut Dallas, yaitu:
1.       Infrastruktur pasar
·           pola kepemilikan
·           tingkatan di mana perusahaan terdaftar secara umum
·           hak-hak kepemilikan
·           pasar untuk kendali korporasi
·           struktur dewan
2.      Lingkungan hukum
·           jenis system hukum
·           hak-hak pemegang saham/penyokong dana
·           ketetapan perusahaan/sekuritas
3.       Lingkungan peraturan
·           dewan pengatur dan bidangnya
·           celah/kelengkapan pengaturan
·           persyaratan informasi dan waktu
·           efektivitas pelaksanaan
4.       Infrastruktur informasi
·           standar akuntansi
·           standar audit
·           struktur akuntansi/profesi audit

8.      Pengungkapan Dan Laporan Bisnis Di Internet
World Wibe Web terus digunakan sebagai sebuah ruang penyebaran informasi. Web juga bisa digunakan untuk penyebaran informasi interaktif yang tidak serupa dengan media cetak. Sebuah perkembangan penting yang akan memfasilitasi pelaporan bisnis melalui Web adalah eXtensible Business Reporting Language (XBRL). XBRL adalah sebuah system penamaan informasi atau data. Pengelompokkan XBRL telah dikembangkan untuk GAAP Amerika Serikat dan Jerman serta IFRS, yang mampu membuat persiapan laporan keuangan sesuai dengan semua standar akuntansi.

9.      Pengungkapan Laporan Tahunan Di Negara-Negara Dengan Pasar Baru Muncul
Pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan dari negara dengan pasar baru muncul biasanya kurang luas dan kurang dapat dipercaya daripada semua perusahaan dari negara berkembang. Level pengungkapan yang rendah di negara dengan pasar yang baru muncul konsisten dengan system pemerintahan dan keuangan perusahaan mereka.

10.  Implikasi Bagi Pengguna Laporan Keuangan Dan Manajer
Manajer dinegara dengan tradisi pengungkapan yang rendah harus memahami apakah pemakaian kebijakan yang mempertinggi pengungkapan bisa memberikan keuntungan yang signifikan untuk perusahaan mereka. Manajer yang memutuskan untuk mempertinggi pengungkapan di area investor dan analisis yang dianggap penting.

BAB VI
TRANSLASI MATA UANG ASING

1.      ALASAN TRANSLASI MATA UANG ASING
Proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang kemata uang alainnya disebut transalsi mata uang asing (transalation). Banyak permasalahan yang berhubungan dengan translasi mata uang asing muncul dari fakta bahwa nilai relatif mata uang asing hampir tidak pernah stabil. Tingkat variabelitas nilai tukar, dikombinasikan dengan perbedaan antara metode translasi mata uang asing dan penanganan terhadap translasi mata uang asing keuntungan dan kerugian, semakin mempersulit untuk dapat membandingkan hasil suatu perusahaan dengan prusahaan lainnya. 

2.      LATAR BELAKANG DAN TERMINOLOGI
Translasi mata uang asing merupakan translasi sederhana dalam ekspresi moneter. Tidak terjadi traslasi secara fisik dan tidak ada transaksi yang dapat dihitung seperti pada konversi. Mata uang pada perdagangan negara-negara utama dibeli atau dijual pada pasar global. Transaksi mata uang asing bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap. Nearaca hasil translasi mata uang asing dilakukan bai dengan translasi langsung ataupun translasi tidak langsung.

3.      EFEK LAPORAN KEUANGAN TERHADAP KURS ALTERNATIF TRANSLASI MATA UANG ASING
Tiga kurs translasi dibawah ini dapat digunakan untuk mentranskasikan neraca mata uang asing terhadap mata uang domestik. Pertama, kurs saat ini, adalah kurs yang berlaku pada tanggal laporan keuangan. Kedua, adalah kurs historis, yang merupakan translasi mata uang yang berlaku saat aset dengan mata uang asing pertama kali didapatkan atau. Terakhir, kurs rata-rata, yaitu nilai rat-rata biasa atau dengan pembobotan naik pada kurs historis atau saat itu.
·           Transaksi Mata Uang Asing
Transaksi mata uang asing mungkin menggunakan satu mata uang akan tetapi dihitung dengan mata uang lain. Untuk mengerti alasannya, pertama-tama pertimbangkan gagasan mengenai mata uang fungsional. Mata uang fungsional suatu perusahaan adalah mata uang utama yang digunakan untuk menjalankan, menghasilkan dan menghabiskan kas.
·           Perspektif Transaksi Tunggal
Pada transaksi tunggal, penyesuaian nilai tukar (baik stabil atau tidak) dimasukkan sebagai penyesuaian terhadap pembukuan transaksi awal dengan alasan bahwa transaksi dan perjanjiannya merupakan kejadian tunggal.
·           Perspektif Ganda
Pada perspektif transaksi ganda, penerimaan piutang krona mempertimbangkan kejadian yang terpisah dari penjualan yang memberikan tambahan pendapatan. Untuk tujuan keseragaman FAS No.52 membutuhkan metode pembukuan transaksi ganda untuk transaksi mata uang asing.

4.      TRANSLASI MATA UANG ASING
Metode translasi mata uang asing dapat diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu:
1.      Metode Nilai Tukar tunggal
Diketahui juga sebagai metode kurs saat ini. Pada metode ini, laporan keuangan operasional asing memiliki laporan domisili tersendiri
2.      Metode Nilai Tukar Ganda Metode
a.       Metode Current-Noncurrent
Pada metode ini, aset lancar yang dimiliki anak perusahaan saat itu dan utang lancar ditranslasikan ke dalam mata uang induk perusahaan mereka pada laporan keuangannya dengan kurs saat ini.
b.      Metode Moneter-Nonmoneter
Metode ini juga menggunakan skema klasifikasi neraca untuk menentukan nilai tukar mata uang asing yang sesuai.
c.       Metode Kurs Sementara
Metode  ini, translasi mata uang asing tidak mengubah sifat sebuah item yang dihitung, hal tersebut hanya mengubah unit perhitungan saja.

·                Keuntungan dan Kerugian Translasi Mata Uang Asing
perlakuan akuntansi terhadap penyesuaian tersebut sama banyaknya dengan prosedur translasi mata uang asing.Pendekatan akuntansi untuk penyesuaian translasi mta uang asing mulai dari penangguhan hingga tidak ada penangguan dengan pendekatan hybrid pada keduanya.
a.         Penangguhan
b.        Penangguhan dan Amortisasi
c.         Penangguhan sebagian
d.        Tidak ada penangguhan

5.       PENGEMBANGAN AKUNTANSI TRANSLASI MATA UANG ASING
       Pra-1965
Sebelum 1965 praktik translasi mata uang asing pada banyak perusahaan AS dipandu oleh Bab 12 Accounting Research Bulletin No.43.
       1965-1975
Translasi mata uang asing seluruh pembayaran dan penerimaan mata uang asing pada kurs saat ini tersebut diperbolehkan setelah accounting principles board opinion No.6 dikeluarkan pada tahun 1965. Perusahaan tersebut memberikan pilihan translasi mata uang asing lain bagi perusahaan dalam ARB No.43
       1975-1981
Untuk mengakhiri perbedaan metode pada standar translasi mata uang asing sebelumnya, Financial acccounting Standards board (FASB) mengeluarkan FAS No.8 pada tahun 1975.
       1981-sekarang
FASB mempertimbangkan FAS No.8 dan setelah beragam public meeting dan dua penjelasan berkas, akhirnya mengeluarkan statement of Financial Accounting Standards No.52 pada tahun 1981.

6.       GAMBARAN STANDARD NO.52/STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL
Tujuan translasi mata uang asing dalam FAS No.8 berbeda secara substansi dari FAS No.52 FAS No.8, mengadopsi perspektif induk perusahaan dengan memberi syarat bahwa laporan keuangan mata uang asing dipresentasikan jika seluruh transasi mengikuti mata uang yang digunakan induk perusahaan.
·           Translasi Saat Mata Uang Lokal adalah Mata Uang Fungsional
Jika mata uang fungsional dalah mata uang asing yang tercatat dan dimasukkan, maka laporan keuangannya ditraslasikan ke dalam dolar menggunakan metode kurs saat ini.
·           Translasi saat Mata Uang Induk Perusahaan adalah Mata Uang Fungsional
Laporan keuangan mata uang asing tersebut akan dihitung terhadap dolar menggunakan metode kurs sementara.
·           Translasi saat Mata Uang Asing adalah Mata Uang Fungsional
Dalam situasi ini, laporan keuangan akan dihitung ulang dari mata uang lokal ke dalam mata uang fungsional (metode kurs sementara) lalu ditranslasikan ke dalam dolar AS menggunakan kurs saat ini.

7.      PERMASALAHAN PERHITUNGAN
Para pengguna akun gabungan harus mengerti beberapa permasalahan jika mereka ingin menginterpretasikan dengan tepat efek keuangan akibat translasi mata uang asing. Beberapa permasalahan tersebut adalah :
a.              Perspektif Laporan
b.             Apa yang terjadi dengan Harga Perolehan
c.              Konsep Pendapatan
d.             Laba Terkelola